ISSN 2477-1686

 

Vol. 9 No. 18 September 2023

 

Andai Pengukuran Lima Watak Konsep Pak SIS Terwujud

 

Oleh:

 

Christiany Suwartono1,3 , Eko A Meinarno 2,3 , & Eri Hidayat4

1Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta

2Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok

3Pusat Studi Masyarakat Berkelanjutan, Banten

4Fakultas Psikologi, Universitas Jenderal Achmad Yani

 

Pendahuluan

Sejak sekitar lima tahun terakhir, ide tentang Indonesia Emas mulai bergaung. Indonesia Emas itu merujuk pada usia Indonesia akan 100 tahun di tahun 2045. Isu yang terkait dengan Indonesia Emas adalah pada tahun itu bersamaan dengan terjadinya puncak bonus demografi. Bonus demografi ini adalah ketika populasi Indonesia di usia produktif mencapai puncaknya, dengan proporsi besar penduduk berada dalam rentang usia yang dapat secara potensial berkontribusi secara ekonomi. Dalam konteks ini, penting untuk membahas tentang pengukuran lima watak konsep Pak SIS yang menjadi kunci dalam mewujudkan potensi Indonesia Emas.

 

Ide dasar SIS dalam kajian watak adalah hal yang dibiasakan sehari-hari (pembiasaan) (Santoso, 1986). Baginya watak tidak lebih dari tingkah laku (behavior). Watak harus operasional, bukan masalah konseptual (1985, 1987). Merujuk pada pemikirannya, watak itu dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Keseharian itu yang akan membawa individu terbiasa dengan watak yang dijalankannya, sehingga menjadi suatu hal yang otomatis saat dewasa. Untuk dapat menjadi suatu kebiasaan, SIS juga mengajukan adanya tokoh yang menjadi panutan anak atau siswa. Ia menyebut bahwa guru dan orang tua adalah tokoh penting untuk terbentuknya pembiasaan watak tadi (1983).

 

SIS mengajukan ide tentang watak dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Ia cetuskan pertama kali tahun 1978 (selanjutnya muncul di beberapa tulisan, 1983; 1984a, 1984b; 1985, 1986). Kelima watak itu adalah pandai, jujur, disiplin diri, sadar kemampuan dan batas kemampuan pribadi, dan rasa kehormatan diri. Dalam menjelaskan kelima watak itu, memang tidak didefinisikan secara jelas. Namun ia konsisten mengajukan ide ini, baginya dasar ini akan berdampak bukan hanya selama individu sekolah, tapi sampai dengan dewasa kelak. Definisi-definisi yang ditulis pada akhirnya merupakan rangkuman ide SIS dari karya-karyanya.

 

Selanjutnya untuk dapat dikaji secara empirik, maka perlu pendefinisian. Di sini perlu dipahami bahwa paparan kelima watak oleh SIS tidak dituliskan secara definitif. Paparannya pada banyak artikel (Santoso, 1978; 1983; 1984a, 1984b; 1985; 1986) cenderung memberi paparan mengenai realita dan harapan. Dengan perkataan lain, sangat operasional. Hal ini sejalan dengan kerangka besar pemikirannya bahwa hal yang operasional itu sangat penting dan dapat ditiru dengan lebih mudah dan cepat. Pembuatan definisi selain dari artikel-artikel SIS juga merujuk pada Popov (1997) yang menuliskan tentang virtue (kebajikan). Berikut adalah penjelasan definisi dari kelima watak yang diajukan oleh SIS berdasar hasil bacaan naskah-naskahnya.

 

·    Pandai adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam melakukan tugas-tugas atau kegiatan tertentu dengan keterampilan dan kecakapan yang tinggi. Kepandaian berhubungan dengan penguasaan keterampilan, pengetahuan, dan strategi tertentu yang memungkinkan seseorang untuk mencapai performa tinggi dalam bidang yang khusus. Indikator individu pandai adalah tidak semrawut, berpengetahuan.

 

·    Jujur adalah keadaan di mana seseorang berbicara dan bertindak dengan kebenaran dan menghindari kebohongan dan kepalsuan. Ciri-ciri jujur, mampu menjalankan tugas tanpa perlu diawasi.

 

·    Disiplin pribadi adalah mengendalikan tindakan, perilaku, kebiasaan, dan emosi seseorang sesuai dengan tujuan, nilai, tanggung jawab, atau rencana yang telah ditetapkan. Indikasi disiplin diri adalah mampu menaati aturan yang pasti, mengatur diri sendiri.

 

·    Sadar kemampuan dan batas kemampuan pribadi adalah mengacu pada pemahaman individu tentang hal yang mereka mampu lakukan dan hal yang tidak. Ini melibatkan penilaian objektif terhadap apa yang dapat dicapai berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya. Ciri-ciri sadar kemampuan dan batas kemampuan pribadi adalah mampu mencari satu hal, tidak bergantung pada bantuan orang lain.

 

·    Rasa kehormatan diri adalah merasa dan mengetahui serta bertanggung jawab untuk tiap tingkah laku. Ciri-ciri kehormatan diri adalah menjalankan janji bukan karena takut/menghindari kesulitan, dan tidak berucap kasar.

 

Pengukuran

Salah satu pemikiran SIS adalah pengetesan kemampuan. Saat itu, hal yang ia kenal adalah pengetesan intelijensia atau yang dikenal dengan tes IQ. Setelah lama berkembang, pengukuran psikologis bukan semata tes, tapi juga mengukur hal-hal lainnya.  

 

Tulisan ini mungkin seakan menjadi sebuah layaknya perwujudan ide lima watak SIS. Bisa jadi pengukuran lima watak ini tidak sejalan dengan kondisi zaman.  Namun tetap saja, kami membuka peluang pilihan kemungkinan arah pemikiran SIS, andai pengukuran lima watak konsep Pak SIS terwujud.

 

Metode

Proses pembuatan skala ini tetap dengan kaidah penulisan aitem sebagaimana proses pengukuran. Dimulai dari konsep, deifinisi, dan ciri yang akan diukur. Kelak saat dilakukan pengukuran ini, maka akan diperlakukan dengan gaya Likert. Adapun skala yang ada dalam artikel ini belum dilakukan adalah pengujian lapangan.

 

Aitem-aitem Konseptual: Skala Watak Dasar (SWD78)

Pintar

1.  Saya mampu melakukan tugas dengan terampil.

2.  Saya menjalani kehidupan sehari-hari dengan ritme hidup yang pasti.

3.  Saya dapat mendayagunakan pengetahuan saya sehingga memungkinkan saya untuk berhasil.

4.  Saya mampu memilih strategi yang tepat untuk memecahkan masalah yang saya hadapi.

5.  Saya cepat belajar dari pengalaman sebelumnya.

 

Jujur

1.  Saya percaya bahwa penting bertindak dengan berpegang pada kebenaran.

2.  Saya menghindari perilaku menyesatkan orang lain.

3.  Saya merasa nyaman saat melakukan tugas-tugas tanpa pengawasan.

4.  Saya menjaga kepercayaan yang diberikan orang lain pada saya.

5.  Saya menunjukkan transparansi dalam mengambil keputusan.

 

Disiplin pribadi

1.  Saya cenderung menggunakan kekuatan diri untuk menjaga kebiasaan yang mendukung pencapaian tujuan saya, bahkan jika terdapat tantangan.

2.  Saya percaya bahwa memiliki kontrol terhadap emosi dan tindakan adalah tanda dari disiplin pribadi yang kuat.

3.  Bagi saya, kemampuan untuk mengatur diri sendiri dan mematuhi aturan yang telah ditetapkan adalah inti dari disiplin pribadi yang sejati.

4.  Saya mengembangkan kebiasaan untuk selalu menepati waktu.

5.  Saya memiliki komitmen untuk melaksanakan rencana tindakan yang sudah disusun.

 

Sadar kemampuan dan batas kemampuan pribadi

1.  Saya merasa penting untuk memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang saya bisa lakukan dan apa yang tidak saya bisa lakukan.

2.  Saya merasa lebih percaya diri saat bekerja pada hal-hal yang sesuai dengan keterampilan saya.

3.  Saya akan menolak untuk menyanggupi sesuatu yang diluar batas kemampuan saya.

4.  Jika saya merasa bahwa tugas yang harus dilakukan adalah diluar kompetensi saya, maka saya tidak ragu-ragu untuk meminta bantuan ahlinya.

5.  Saya memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman saya.

 

Rasa kehormatan

1.  Saya menganggap penting untuk bertanggung jawab atas perilaku yang saya lakukan.

2.  Saya merasa senang ketika dapat mengatasi godaan untuk merendahkan orang lain.

3.  Bagi saya, menghormati diri sendiri juga berarti menghormati orang lain.

4.  Saya akan menepati janji-janji yang sudah saya sampaikan pada orang lain.

5.  Saya harus menjaga sopan santun pada saat berinteraksi dengan orang lain.

 

Penutup

Skala watak yang diajukan dalam artikel singkat ini didedikasikan kepada SIS yang mempunyai impian besar terhadap golongan muda Indonesia. Tentu Skala Watak Dasar (SWD) masih perlu uji coba dan perlu perbaikan sana-sini. Ide SIS yang klasik masih relevan dengan kondisi saat ini, dan psikologi sangat terkait untuk menyelidikinya secara mendalam.

 

Andai skala ini muncul lebih awal, bisa jadi arah perkembangan psikologi di Indonesia akan tidak seperti yang saat ini terjadi. Sejarah tidak bisa diulang, tapi kita juga dapat membayangkan (andai) ada hal lain yang terjadi saat itu. Dan tulisan ini menjadi pintu pemikiran alternatif, Skala (konseptual) Lima Watak. Siapa tahu diantara pembaca, ada yang akan melanjutkan ide kami. Siapa yang tahu??

           

Referensi:

 

Popov, L. K. (1997). The family virtues guide: Simple ways to bring out the best in our children and ourselves.

Santoso, S. I. (1978[1979]). Peta umum masalah pendidikan: Hubungan tujuan nasional (pendidikan makro) dengan tujuan individual (pendidikan mikro). Dalam Pembinaan watak. Jakarta. UI Pers.

Santoso, S. I. (1983[1987]). Pokok dasar pendidikan adalah hubungan antara guru dan orang tua anak. Dalam Pendidikan di Indonesia dari masa ke masa. Jakarta. CV. Masagung. 

Santoso, S. I. (1984a[1987]). Manusia dan kebutuhan belajar. Dalam Pendidikan di Indonesia dari masa ke masa. Jakarta. CV. Masagung. 

Santoso, S. I. (1984b[1987]). Menimbulkan semangat membaca di kalangan muda, siswa, mahasiswa, dan tenaga pengajar. Dalam Pendidikan di Indonesia dari masa ke masa. Jakarta. CV. Masagung. 

Santoso, S. I. (1985[1987]). Sumber daya manusia. Dalam Pendidikan di Indonesia dari masa ke masa. Jakarta. CV.  Masagung.  

Santoso, S. I. (1986[1987]). Pendidikan untuk critical mass. Dalam Pendidikan di Indonesia dari masa ke masa. Jakarta. CV. Masagung. 

Santoso, S. I. (1987). Budi pekerti. Dalam Pendidikan di Indonesia dari masa ke masa. Jakarta. CV. Masagung.