PEMIMPIN YANG GILA JABATAN DAN RAKUS KEKUASAAN - Ahmad Sastra.com

Breaking

Senin, 15 Maret 2021

PEMIMPIN YANG GILA JABATAN DAN RAKUS KEKUASAAN



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

‘Kyai itu paling takut masuk neraka, kenapa ?. Pak Kyai itu akan paling depan masuk neraka kalau tidak mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Sementara para pemimpin, kalau mau jadi pemimpin, supaya tahu dan harus tahu, dengarkan ini Al Qur’an yang bicara, kalau tidak membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah, tidak membenarkan yang benar dan tidak menyalahkan yang salah, maka dia yang paling depan masuk neraka. Ini bukan politik, nanti disebut ujaran kebencian, ini adalah ungkapan kecintaan’, (KH. Hasan Abdullah Sahal)

 

Suatu hari, Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku (seorang pemimpin)? Lalu, Rasul memukulkan tangannya di bahuku, dan bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah amanah, ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya).” (HR Muslim).

 

Jika di negeri para pejabatnya yang gila jabatan dan rakus kekuasaan begitu nampak tanpa rasa malu, maka itu pertanda negara yang tak beradab.  Pemimpin yang gila jabatan menandakan hilangnya ketulusan dalam  mengabdi untuk kepentingan rakyat dan bekerja karena mempunyai kemampuan yang riil.

 

Pejabat yang tidak becus, pejabat yang gila dengan kekuasaan yang hanya mengejar jabatan saja bukan bekerja atas dasar keikhlasan dan ketulusan untuk membangun negara menjadi lebih baik seharusnya diberantas habis, pejabat yang seperti itu jelas merugikan negara merugikan rakyat, dan tidak menutup kemungkinan pejabat yang seperti itu melakukan korupsi. Dari sini dapat dipahami bahwa korupsi selalu dimulai dari atas yang memiliki pangkat dan jabatan tinggi sampai ke tingkatan jabatan paling bawah.

 

Al Qur’an mengisahkan dalam surah al-Qashash ayat ke-38 tentang kegilaan fir’aun atas jabatan dan kekuasaan, Allah berfirman, "Dan, katakan Firaun: Hai pembesar kaumku, aku tidak tahu tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah, hai Haman, untukku tanah liat, mulai buatkanlah untukku bangunan yang lebih tinggi, aku bisa naik lihat Tuhan Musa. Dan, coba, aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta."

 

Dari ayat tersebut diceritakan, Haman diperintah Firaun untuk membuat menara atau bangunan tinggi supaya bisa melihat Allah yang disebutnya sebagai Tuhan Musa. Tanpa keraguan, Haman pun langsung mematuhinya.   Pembangunan menara tersebut melibatkan 50 ribu lebih pekerja. Beberapa ahli tafsir menjelaskan, setelah selesai dibangun, Firaun menembakkan panah dari puncak menara demi mengalahkan Tuhan Musa.  

 

Selanjutnya Firaun mengatakan kepada Musa kalau Tuhannya sudah mati terkena panahnya. Firaun bahkan menunjukkan anak panah yang telah berlumuran darah. Konon, Firaun sengaja mencelupkan anak panah itu ke dalam darah. Tidak hanya membantu membangun menara, Haman pun terus menasihati Firaun agar menolak misi keagamaan Nabi Musa AS. Dia bahkan meyakinkan Firaun, kalau rajanya tersebut merupakan satu-satunya tuhan di dunia. 

 

Mendapat dukungan dan pengakuan Haman, Firaun semakin membabi buta. Dirinya lalu mengumumkan, setiap orang yang tidak menyembahnya akan mendapat hukuman mati. Demi menjaga eksistensi Firaun sebagai Tuhan, Haman kembali mengusulkan ke Firaun, agar menodai wanita dan membunuh pria yang mengikuti ajaran Musa. Secara otomatis, Bani Israil pun merasa terteror.

   

Semakin hari, Bani Israil tidak kuat menahan siksaan Firaun. Mereka kemudian menemui Nabi Musa dan berkata, "Kami memang sudah menderita sebelum Anda datang. Namun kami tetap menderita setelah Anda datang." Sejak inilah Musa kemudian melakukan dakwah agar fir’aun kembali kepada Islam dan bertobat dari berbagai kezoliman, hingga sejarahnya kerakusannya atas kekuasaan mengantarkannya kepada kebinasaan, digulung ombak besar hingga tewas atas kehendak Allah.

 

Contohlah khalifah Abu Bakar, meski dipilih menjadi  khalifah dengan daerah yang berhasil ditaklukkan sangat luas, namun Abu Bakar dan Umar bin Khattab hidup dalam kesederhanaan. Keduanya tidak tinggal di istana megah dan berpakaian mewah. Bahkan Abu Bakar yang semasa mudanya kaya raya, saat meninggal tak meninggalkan sepeserpun harta. Semua hartanya sudah disedekahkan untuk perjuangan Islam.

 

Inilah tradisi dalam Islam soal kepemimpinan yang dipilih rakyat, bukan diperebutkan. Memperebutkan kekuasaan dengan tujuan memperkaya diri dan menzolimi rakyat, maka pemimpin seperti itu yang akan paling depan masuk neraka. Seorang pemimpin yang zalim akan merasakan akibatnya pada Hari Pembalasan. “Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim” (HR Tirmidzi).

 

“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapatkan siksa yang pedih” (QS asy-Syura: 42). Demokrasi melahirkan pemimpin zalim dan serakah, sementara Islam melahirkan pemimpin yang amanah.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,15/03/21 : 10.50 WIB)

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

1 komentar:

Categories