Jamur dan Vitamin D

Disclaimer : Informasi yang disajikan dalam artikel ini hanya untuk tujuan edukasi dan tidak dapat menggantikan saran dokter atau tenaga kesehatan yang berkualifikasi.

[Sumber : Pada bagian bawah]

Jamur merupakan organisme yang bersifat heterotrof. Hidup menumpang sebagai saprofit pada bahan-bahan organik yang telah mati. Namun siapa sangka ternyata jamur ini memiliki banyak kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Salah satunya yaitu vitamin D. Banyak masyarakat belum mengetahui bahwa jamur merupakan sumber vitamin D yang cukup baik bagi tubuh. Untuk para vegetarian, tidak banyak pilihan sumber vitamin D yang bisa dikonsumsi selain jamur. Jamur juga bisa menjadi solusi atas banyaknya kasus defisiensi dan insufisiensi vitamin D [1].

Vitamin D deficiency affects     every part of the body

Vitamin D deficiency affects

every part of the body

Defisiensi Vitamin D

Tinggal di negara tropis tidak menjamin kita memiliki asupan vitamin D yang cukup. Hasil studi kolaborasi Malaysia dan Indonesia yang dilakukan di Kuala Lumpur dan Jakarta menemukan jumlah defisiensi vitamin D di Indonesia mencapai 63% [2]. Secara global, tingkat defisiensi vitamin D dunia sebesar 50% [3]. Menurut Dr. Michael F Holick, hal ini diduga terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup yang lebih banyak di dalam ruangan, kurangnya paparan sinar matahari, dan terbatasnya jumlah bahan makanan yang menjadi sumber vitamin D [4]. Sebagian besar orang yang mengalami defisiensi vitamin D tidak merasakan gejala atau keluhan apapun.

Dr. Holick juga menjelaskan bahwa defisiensi vitamin D sangat berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh atau imunitas diri, dan bisa memicu munculnya berbagai macam gangguan kesehatan pada tubuh [4, 5]. Kita perlu memenuhi kebutuhan vitamin D harian kita, baik dari matahari, makanan, maupun dari suplemen. Salah satu sumber makanan potensial yang kaya akan vitamin D adalah jamur, terutama yang dikeringkan di bawah sinar matahari dan terpapar sinar UV [6, 7, 8, 9].

Vitamin D dari Jamur

Beberapa jenis jamur konsumsi, seperti jamur tiram, yang dijemur di bawah terik matahari atau terpapar sinar UV akan memproduksi vitamin D dalam jumlah yang sangat berlimpah. Berdasarkan penelitian oleh seorang ahli jamur dari Amerika, Paul Stamets, kandungan vitamin D jamur yang dikeringkan di bawah sinar matahari bisa mencapai 2.760-46.000 IU/100 gram [10]. Sebuah studi yang membandingkan kandungan vitamin D dan ergosterol pada beberapa spesies jamur kering yang terpapar sinar matahari dan UV juga menemukan kandungan vitamin D yang cukup tinggi, yaitu sebesar 7–25 µg/g dari berat keringnya [11]. Penelitian lainnya pada jamur tiram juga menemukan bahwa jamur tiram yang diberi paparan radiasi sinar UV-B pada temperature 35 °C menghasilkan vitamin D tertinggi sebesar 184 ± 5.71 μg/g dari berat keringnya [12]. (1 μg vit D = 40 IU vit D).

Angka ini jauh melampaui RDA (Recommended Dietary Allowance) yang umumnya direkomendasikan secara internasional, yaitu sebesar 400-800 IU per hari, dan melebihi suplemen vitamin D yang ada di pasaran, sekitar 400-10.000 IU. Dalam sebuah artikel yang berjudul “A Review of Mushrooms as a Potential Source of Dietary Vitamin D” disebutkan bahwa jamur merupakan satu-satunya sumber makanan non hewani dan non fortifikasi yang dapat memberikan asupan vitamin D dengan jumlah yang sangat substansial dalam satu kali saji [13]. Tidak hanya meningkatkan kandungan vitamin D nya, jamur yang diberi paparan sinar UV juga akan memproduksi lebih banyak senyawa antioxidant dan anti-inflammatory [14].

Bagaimana jamur bisa memproduksi vitamin D dalam jumlah besar? Jamur mengandung ergosterol (pro-Vitamin D) dengan konsentrasi tinggi pada sel membrannya, yang memiliki peranan yang sama seperti kolesterol pada hewan dan manusia. Ergosterol, apabila terkena paparan sinar UV dari matahari, akan berubah menjadi pre-vitamin D, lalu berubah lagi menjadi vitamin D [16, 17]. Sama seperti kulit manusia dan hewan yang akan memproduksi vitamin D apabila terkena sinar UV [17]. Hanya saja bahan baku untuk mensintesis vitamin D pada kulit manusia dan hewan berupa kolesterol, sementara pada jamur bahan bakunya berupa ergosterol [18]. Jamur merupakan satu-satunya sumber makanan alami yang mampu memproduksi vitamin D dalam jumlah yang sangat relevan secara nutrisional bagi tubuh.

Vitamin D2 dan D3

Jamur memproduksi vitamin D dalam bentuk vitamin D2, berbeda dengan hewan dan ikan yang memproduksi vitamin D3. Kedua bentuk vitamin tersebut sama-sama berfungsi menaikkan kadar vitamin D dalam darah berupa 25-hydroxyvitamin D [17, 19]. Vitamin D3 dari sumber hewani memang memiliki efektifitas lebih besar dalam menaikkan kadar vitamin D dalam darah dari pada vitamin D2 dari jamur. Namun, vitamin D2 tetap efektif dalam meningkatkan kadar vitamin D, terutama jika dikonsumsi dalam dosis yang lebih besar. Dr. Michael F Holick menjelaskan dalam artikelnya yang berjudul “Vitamin D Deficiency” bahwa dibutuhkan sekitar tiga kali lipat jumlah vitamin D2 dari pada vitamin D3 untuk mencapai peningkatan kadar vitamin D dalam darah yang sama [5].

Vitamin D2 yang diproduksi jamur jumlahnya sangat banyak berkali-kali lipat dari pada jumlah vitamin D3 dari sumber hewani manapun, sehingga jamur mampu memenuhi kebutuhan vitamin D dengan biaya yang relatif lebih terjangkau. Vitamin D2 dari jamur juga bersifat bioavailable atau dapat diserap oleh tubuh, dan memiliki peranan yang sama dalam tubuh manusia seperti halnya vitamin D3 dari hewan [17, 19]. Kita hanya perlu mengkonsumsi jamur yang terkena paparan sinar matahari seminggu sekali atau beberapa kali saja untuk memenuhi kebutuhan vitamin D dan menjaga kesehatan.

Berikut perbandingan berbagai macam sumber vitamin D pada umumnya :

Berdasarkan data dari USDA National Nutrient Database, sangat sedikit sumber makanan yang mengandung vitamin D dengan jumlah yang memadai secara nutrisional [20].

Berdasarkan data dari USDA National Nutrient Database, sangat sedikit sumber makanan yang mengandung vitamin D dengan jumlah yang memadai secara nutrisional [20].

Level serum vitamin D

Kadar vitamin D di dalam darah, yang berupa 25-hydroxyvitamin D atau 25(OH)D, menentukan level atau status vitamin D seseorang. Menurut Endocrine Society, seseorang dikategorikan mengalami defisiensi apabila level serum 25(OH)D kurang dari 20 ng/mL, dan insufisiensi jika level 25(OH)D antara 21-29 ng/mL. Level serum 25(OH)D dikatakan sufisiensi atau cukup apabila angkanya berada di antara 30-100 ng/mL. Namun Endocrine Society sendiri menyarankan level antara 40-60 ng/mL untuk mencapai status vitamin D yang optimal [21].

Untuk mencapai level sufisiensi, setiap orang membutuhkan jumlah asupan vitamin D yang berbeda-beda. Seseorang yang mengalami defisiensi vitamin D, membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mengisi kekosongan vitamin D dalam tubuhnya. Dr. Michael F Holick memberikan vitamin D2 ke pada para pasien defisiensi vitamin D sebesar 50.000 IU per minggu dalam waktu 8 minggu untuk mencapai level di atas 30 ng/mL [22].

Mengenai toksisitas vitamin D, Dr. Holick menjelaskan bahwa hal ini sangat jarang terjadi, yang biasanya muncul jika seseorang mengkonsumsi dosis lebih dari 50.000 IU per hari selama beberapa bulan sampai tahun. Beliau juga menjelaskan bahwa dosis sampai dengan 20.000 IU per hari masih berada dalam batas aman [23].

Banyak faktor yang menurunkan kadar vitamin D seseorang dari pada menaikkannya. Itu sebabnya sebagian besar orang mengalami defisiensi vitamin D. Sehingga penting bagi kita untuk memberikan asupan vitamin D yang cukup setiap harinya.

Jamur untuk para vegetarian

Jamur merupakan sumber vitamin D nabati yang cocok untuk dikonsumsi oleh para vegetarian (vegetarian friendly) [13]. Kebanyakan sumber vitamin D tidak cocok bagi para vegetarian. Makanan-makanan yang mengandung vitamin D hampir semuanya berasal dari sumber hewani seperti ikan laut, sementara produk-produk nabati, seperti sayur dan buah, sebagian besar tidak mengandung vitamin D. Suplemen vitamin D juga umumnya berasal dari sumber hewani, terutama dari minyak ikan dan dari lanolin, yaitu lemak yang diekstrak dari bulu domba. Sehingga mengkonsumsi jamur merupakan hal yang penting dilakukan bagi para vegetarian untuk menjaga imunitas dan kesehatan tulang.

Potensi jamur tiram sebagai sumber vitamin D

Di antara jamur-jamur lainnya, jamur tiram merupakan salah satu jamur yang cocok menjadi sumber vitamin D. Karena selain kandungan ergosterolnya yang tinggi, konversi ergosterol menjadi vitamin D pada jamur tiram juga lebih efisien dari pada jamur lainnya [12, 16, 24, 29]. Selain mengandung vitamin D2, jamur tiram juga mengandung vitamin D4 [15, 25].

Jamur tiram dengan nama latin Pleurotus Ostreatus (Oyster Mushroom) adalah salah satu jamur yang paling sering dibudidayakan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan tidak hanya karena nutrisinya yang tinggi, tapi juga karena produktifitas jamur tiram juga besar, dan harganya paling murah di antara jamur-jamur lainnya. Jamur tiram memiliki masa panen yang paling singkat dibandingkan dengan jamur konsumsi lainnya.

Jamur tiram umumnya dijual di pasar dalam bentuk segar, dan sayangnya sangat jarang sekali petani jamur yang menjual jamur tiram dalam keadaan kering karena pasarnya memang belum terbuka luas, sehingga sulit mencari produk tersebut di pasaran. Padahal pengeringan jamur tiram di bawah terik matahari tidak hanya meningkatkan kandungan vitamin D nya, tapi juga akan memperpanjang masa simpannya. Jamur tiram yang dikeringkan di bawah panas matahari akan menghasilkan vitamin D sebesar 67,4 ± 28,0 μg/g berat kering [26]. Sehingga produk pertanian ini memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber vitamin D di Indonesia dengan harga yang relatif lebih terjangkau.

Salah satu produk jamur tiram kering yang diproses menggunakan sinar matahari adalah “Sun-Dried Oyster Mushroom”. Jamur tiram kering ini merupakan hasil dari budidaya pertanian secara organik di mana proses penanamannya tanpa menggunakan pestisida dan insektisida. Proses pengeringannya juga tidak menggunakan bahan kimia seperti pemutih dan pengawet. Produk “Sun-Dried Oyster Mushroom” ini 100% alami dan merupakan produk lokal.

Mengolah jamur tiram

Ketika kita mengkonsumsi jamur, tidak hanya vitamin D yang kita dapatkan, melainkan juga sejumlah protein dan asam amino esensial, serat, vitamin dan juga berbagai macam mineral yang bermanfaat bagi tubuh. Jamur juga mengandung zat lainnya seperti beta glucan untuk meningkatkan imun, antioksidan, antiinflamatory, dan senyawa antimikroba. Jamur merupakan makanan yang rendah lemak, karbohidrat, dan juga rendah kalori.

Untuk mendapatkan nutrisi-nutrisi tersebut, jamur harus diolah dan dimasak dengan benar untuk menghancurkan chitin yang ada pada dinding sel jamur [27, 28]. Chitin merupakan lapisan keras yang tidak mudah dicerna oleh tubuh manusia. Apabila jamur tidak dimasak dengan benar maka lapisan chitin tidak akan hancur dan nutrisi pada jamur tidak bisa diserap oleh tubuh. Selain dari pada itu, jamur juga harus dikonsumsi berbarengan dengan lemak, untuk membantu penyerapan vitamin D di dalam tubuh. Namun sebelum diolah, jamur tiram kering harus direhidrasi terlebih dahulu.

Proses Rehidrasi Jamur Tiram Kering

Untuk merehidrasi jamur tiram kering, pertama-tama jamur tiram kering yang akan dimasak direndam terlebih dahulu menggunakan air dingin selama 15 menit atau sampai lunak. Kemudian jamur tiram tersebut diangkat dan diperas lalu dicuci dengan air hingga bersih. Jamur tiram yang sudah bersih kemudian diperas dan bisa dimasak sesuai selera. Jamur tiram kering memiliki aroma langu alami yang khas. Hal ini wajar, apabila dicuci dan dimasak dengan benar menggunakan bumbu-bumbu yang tepat, maka aroma langunya akan hilang dan menjadi hidangan yang lezat dan bergizi.

Jamur tiram kering yang sudah direhidrasi bisa diolah dengan cara ditumis menggunakan minyak dan air, bisa juga dengan cara dikukus. Hindari merebus jamur, karena nutrisi pada jamur bisa larut dalam air rebusan. Dan hindari juga menggoreng jamur, karena vitamin D dari jamur bisa tertinggal dalam minyak goreng. Proses memasak yang terlalu lama, apalagi menggunakan suhu yang terlalu tinggi, juga sebaiknya dihindari agar nutrisi-nutrisi pada jamur tetap terjaga.

Resep Tumis Jamur Tiram

Berikut adalah resep tumis jamur tiram yang bisa Anda coba.

Bahan-bahan:

20 gram Sun Dried Oyster Mushroom (1/2 bungkus), 3 siung bawang putih, cincang halus, 1/2 buah bawang bombay, iris tipis, 1 buah cabai merah, iris tipis (jika suka pedas), 1/2 sdm minyak wijen, 1/2 sdm kecap manis, 1/2 sdm saus tiram, 1/4 sdt garam, 1/4 sdt penyedap rasa, 1/4 sdt merica bubuk, 1/2 batang daun bawang, iris serong, minyak goreng secukupnya, dan air secukupnya.

Cara membuat:

Rehidrasi jamur tiram kering dan cuci sampai bersih, lalu peras. Tumis bawang putih dan bawang bombay dalam minyak panas hingga harum. Masukkan cabai merah (jika menggunakan) dan aduk sebentar. Tambahkan jamur tiram ke dalam wajan dan aduk rata. Tuang secukupnya air dan tutup wajan. Biarkan sebentar hingga jamur lunak. Buka penutup wajan dan tambahkan minyak wijen, kecap manis, saus tiram, garam, penyedap rasa, dan merica bubuk. Aduk hingga rata, kemudian masukkan daun bawang dan aduk sebentar. Angkat dari api dan sajikan tumisan jamur tiram panas ini sebagai sayuran pelengkap makan.

Selamat Mencoba!

Kesimpulan

Banyak masyarakat Indonesia yang mengalami defisiensi vitamin D. Defisiensi vitamin D sangat berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh atau imunitas diri, dan bisa memicu munculnya berbagai macam gangguan kesehatan. Jamur yang dikeringkan di bawah sinar matahari mengandung vitamin D dalam jumlah yang cukup besar melampaui RDA. Vitamin D2 dari jamur bersifat bioavailabel dan mampu menaikkan kadar vitamin D dalam darah. Endocrine Society menyarankan level antara 40-60 ng/mL untuk mencapai status vitamin D yang optimal. Karena bersifat non hewani, jamur cocok dikonsumsi oleh para vegetarian. Di antara jamur konsumsi lainnya, jamur tiram bisa menjadi sumber vitamin D yang potensial karena produktifitasnya tinggi dan harganya murah. Selain itu konversi ergosterol menjadi vitamin D pada jamur tiram sangat efisien. Jamur bisa diolah dengan cara ditumis dan dikukus, dan sebaiknya dikonsumsi berbarengan dengan lemak.

Video :

Vitamin D and Mushroom

(Dr. Michael F Holick)

Dr. Michael Holick adalah seorang profesor kedokteran, fisiologi, dan biophysics di Boston University School of Medicine. Dia adalah seorang ahli endokrinologi yang terkenal karena penelitiannya tentang vitamin D dan penyakit tulang. Dr. Holick telah menulis lebih dari 400 makalah penelitian dan buku tentang vitamin D dan dampaknya pada kesehatan. Dia juga dikenal sebagai "bapak" dari revolusi vitamin D, karena penelitiannya yang telah mengubah pandangan dunia tentang vitamin D.

Sumber :

Sponsor :

Powered by

s.id logo
Cookie Preferences