PERINGATI HARI BAHASA IBU, FPBS UPI SELENGGARAKAN DIALOG INTERAKTIF DENGAN CEU POPONG

Tanggal 22 Februari 2021 yang telah lalu, FPBS UPI mengadakan acara memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional. Acara tersebut merupakan acara yang digagas oleh Dekan FPBS, Prof. Dr. Tri Indri Hardini, M.Pd. Kegiatan ini  merupakan program baru yang menjadi momentum bagi FPBS yang diselenggarakan dalam menyambut Hari Bahasa Ibu Internasional.

Tema yang diusung adalah “Mikareueus Basa Indung”. Adapun narasumber yang dipercaya tiada lain Ibu Dr. (H.C.) Hj. Popong Otje Djundjunan. Beliau seorang budayawan, mantan anggota dewan RI, dan juga pernah menjadi anggota Majelis Wali Amanah Universitas Pendidikan Indonesia.

Alasan lain yang signifikan mengapa beliau diundang oleh Prof. Dr. Tri Indri Hardini, M.Pd., Dekan baru FPBS, yaitu Bu Popong atau yang populer dengan sebutan Ceu Popong, adalah pengasuh acara “Ngawangkong Sareng Ceu Popong”. Acara tersebut menghadirkan narasumber dari berbagi profesi dan yang kompeten di bidangnya. Menariknya, dalam acara tersebut, Ceu Popong bertanya dan mengajak ngawangkong dalam bahasa Sunda, terutama.

Artinya, kompetensi dan dedikasi Ceu Popong pada bahasa Sunda, tak perlu diragukan lagi. Bahkan, bahasa Sunda menjadi ciri khasnya dalam keseharian kerjanya di Gedung DPR/MPR. Dengan demikian, tidak heran, Ceu Popong yang singa betina dalam podium politik itu sangat terkenal dan dihormati oleh anggota dewan lainnya.

Ciri khas Ceu Popong pernah menjadi viral se-Indonesia, bahkan secara internasional. Pada sidang paripurna DPR tanggal 2 Oktober 2014, terjadi ‘insiden kecil’, yaitu ketika beliau kehilangan palu sidang. Saat itu, karena dipojokkan oleh audiens untuk segera menjeda sidang, sebagai pemimpin sidang, beliau dengan sigap menenangkan kekacauan yang terjadi. Akan tetapi, ketika akan mengetok palu, beliau bertanya, “Mana paluna? Euweuh…” Seluruh peserta yang hadir terkesima, lalu terbahak-bahak dengan ramainya mendengar logat dan bahasa Sunda Ceu Popong yang terlontar begitu saja. Demikianlah akhirnya, pernyataannya yang khas Sunda itu menjadi jargon bertahun-tahun malah hingga sekarang, bahkan ada yang menjuluki Ceu Popong Palu bagi dirinya. Dari kilas balik cerita tersebut, Ceu Popong tidak diragukan lagi kemampuan dan kontribusinya pada bahasa Sunda.

Acara  menyambut Hari Bahasa Ibu Internasional yang diselenggarakan FPBS itu, tersebut dikemas dalam tajuk Dialog Interaktif. Para petinggi UPI menghadiri acara daring tersebut, selain Dekan FPBS, hadir juga Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Pd. mantan Kepala Badan Bahasa, dan Prof. Dr. Didi Sukyadi, M.A. yang juga Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan. Bapak Wakil Rektor dalam kesempatan itu membuka acara Dialog Interaktif, setelah Ibu Dekan menyambut acara tersebut.

Dialog Interaktif dipandu oleh Host, Temmy Widyastuti, M.Pd. dari Departemen Pendidikan Bahasa Sunda. Adapun Ceu Popong di rumahnya didampingi oleh Dr. Retty Isnendes, M.Hum., sebagai perwakilan dari panitia sekaligus juga menjadi fasilitator kegiatan.

Acara yang berlangsung dari jam 13.30 sampai jam 15.30 tersebut sangat mengesankan. Bagaimana tidak, Ceu Popong yang telah berusia 83 tahun itu, masih sangat pertentang, lincah beretorika, fasih dalam berbahasa, dan kuat ingatannya. Menurutnya, generasi milenial harus memperhatikan dan menyayangi bahasa ibunya (terutama bagi yang bersuku bangsa Sunda) karena: (1) bahasa ibu akan menjadi pengalaman yang sangat pribadi bagi penuturnya, (2) bahasa Sunda diwariskan pada bangsa Sunda yang pengertian Sunda secara etimologis dan pengertian luasnya sangat-sangat elok dan indah, demikian juga dengan bahasanya, (3) bahasa ibu yang tidak dijaga, akan hilang dan punah. Punahnya bahasa akan seiring dengan hilangnya suku bangsa tersebut (basa teh ciciren bangsa).

Oleh sebab itu, menurut Ceu Popong harus ada upaya bersama dalam menyamakan persepsi. Persepsi tersebut, di antaranya terdapatnya kesadaran betapa pentingnya bahasa daerah hingga tercantum dalam Undang-undang Dasar ’45 beserta penjelasannya. Pasal dan penjelasan tentang bahasa daerah tersebut harus turun pada Perda di seluruh provinsi di Indonesia. Masyarakat Jawa Barat, khususnya suku bangsa Sunda, Cirebon, dan Betawi sepatutnyalah bersyukur karena sudah mempunyai Perda No. 5 Tahun 2003 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda (yang telah beberapa kali direvisi pada tahun-tahun setelahnya). Perda tersebut disusun dan ditandatangani oleh Bapak Gubernur Jawa Barat, Nuriana.

Terakhir, Ceu Popong menjawab pertanyaan mahasiswa mengenai nama provinsi. Menurut beliau, memang nama Provinsi Jawa Barat sudah tidak relevan karena pada geografis Indonesia yang disebut Jawa bagian barat adalah Provinsi Banten sekarang. Oleh karena itu, selayaknya semua elemen bermusyawarah dengan baik dan penuh kesadaran apabila akan mengganti nama provinsi. Beliau mengusulkan nama Provinsi Sunda untuk mengganti Provinsi Jawa Barat. Nama tersebut menurut beliau diajukan dengan banyak pertimbangan, di antaranya berdasarkan pada sejarah penamaan peta dunia dan realitas geografis yang ada sekarang.

Dialog Interaktif menyambut Hari Bahasa Ibu Internasional yang diikuti sekira dua ratus mahasiswa tersebut diakhiri dengan penyerahan simbol, plakat FPBS UPI pada Ceu Popong. MC, Saudari Novi menutup kegiatan setelah sebelumnya melaksanakan acara berfoto bersama seluruh peserta Dialog Interaktif.* (Chye Retty Isnendes)